LEGENDA ACEH
"PUTRI PUKES" MANUSIA MENJADI BATU
Goa Putri Pukes kini telah
menjadi objek wisata di Kabupaten Aceh Tengah. Ceritanya diriwayatkan sebagai
legenda antara mitos dan fakta. Kebenaran akan cerita legenda Putri Pukes,
hingga sekarang belum ada yang bisa membuktikan. Goa Putri Pukes tempat legenda
itu diceritakan, kini telah menjadi salah satu destinasi menarik bagi wisatawan,
tetapi sangat di sayangkan goa tempat manusia yang menjadi batu itu sudah tidak
lagi alami. Ini dikarenakan banyak setiap sudut bagian dinding goa telah di
semen.
Kondisi didalam goa Putri Pukes
tersebut terdapat batu yang dipercayai adalah Putri Pukes yang telah menjadi
batu, sumur besar, kendi yang sudah menjadi batu, tempat duduk untuk bertapa
orang masa dahulu, alat pemotong zaman dahulu.
Batu putri pukes tersebut
membesar karena kadang-kadang batu tersebut menangis sehingga air mata yang keluar
tersebut menjadi batu dan makin lama batu tersebut makin membesar. Pada sumur besar, setiap tiga bulan air di sumur tersebut kering
dan tidak ada air nya, bila ada air orang pintar akan datang untuk mengambil
air tersebut. Sedangkan kendi yang telah menjadi batu tersebut pernah dibawa
oleh orang, tetapi dikembalikan lagi karena dilanda resah setelah mengambilnya.
Sedangkan tempat bertapa itu di gunakan oleh orang zaman dahulu untuk melakukan
semedi guna mencari ilmu dan alat pemotong (pisau) peninggalan manusia
purbakala kata yang ditemukan di dalam goa putri pukes.
Putri Pukes
Tidak semua orang Gayo
mengetahui cerita legenda Putri Pukes, sebagian dari orang Gayo itu mengetahui
legenda itu tetapi tidak mengetahui bagaimana ceritanya. Menurut cerita dan
informasi yang dikumpulkan tentang legenda Putri Pukes. Goa Putri Pukes terletak di sebelah utara, tepatnya di Kampung
Mendale, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah Putri Pukes merupakan nama seorang
gadis kesayangan dan anak satu-satunya yang berasal dari sebuah keluarga di
Kampung Nosar, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah.
Suatu hari dia dijodohkan
dengan seorang pria yang berasal dari Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama
Kabupaten Aceh Tengah. Pernikahan pun
dilaksanakan, berdasarkan adat setempat.
Mempelai wanita harus tinggal
dan menetap di tempat mempelai pria. Setelah resepsi pernikahan di rumah
mempelai wanita selesai, selanjutnya kedua mempelai diantar menuju tempat
tinggal pria. Pihak mempelai wanita diantar yang dalam bahasa gayo disebut ‘munenes’
ke rumah pihak pria ke Kampung Simpang Tiga Bener Meriah.
Pada acara ‘munenes’ pihak
keluarga mempelai wanita dibekali sejumlah peralatan rumah tangga seperti
kuali, kendi, lesung, alu, piring, periuk dan sejumlah perlengkapan rumah
tangga lainnya. Adat ‘munenes’ biasanya dilakukan pada acara perkawinan yang
dilaksanakan dengan sistem ‘juelen’, dimana pihak wanita tidak berhak lagi
kembali ke tempat orangtuanya.
Berbeda dengan sistem ‘kuso
kini’ (kesana kemari) atau ‘angkap’. Kuso kini, pihak wanita berhak tinggal di
mana saja, sesuai kesepakatan dengan suami. Sementara sistem ‘angkap’, adalah
kebalikan dari ‘juelen’, pada sistem perkawinan ini, pihak lelaki diwajibkan
tinggal bersama keluarga pihak wanita, disebabkan pihak wanita yang mengadakan
lamaran terlebih dahulu.
Pernikahan ini juga disebabkan
beberapa hal antara lain, mempelai pria sebelumnya meminta atau mengemis kepada
wali mempelai wanita untuk dinikahkan dengan putrinya, dengan alasan sangat
mencintainya. Sehingga sebagai persyaratannya, pihak pria harus tinggal bersama
keluarga mempelai wanita.
Disinilah detik-detik
terjadinya peristiwa sehingga nama Putri Pukes terkenal hingga sekarang, saat
akan melepas Putri Pukes dengan iringan-iringan pengantin, ibu Putri Pukes
berpesan kepada putrinya yang sudah menjadi istri sah mempelai pria.
“Nak…sebelum kamu melewati daerah Pukes yaitu daerah rawa-rawa sekarang menjadi
Danau Laut Tawar. Kamu jangan penah melihat ke belakang,” kata ibu Putri
Pukes.
Sang putri pun berjalan sambil
menangis dan menghapus air matanya yang keluar terus menerus. Karena tidak
sanggup menahan rasa sedih, membuat putri lupa dengan pantangan yang
disampaikan oleh ibunya tadi. Secara tak sengaja putri menoleh ke belakang,
dengan tiba-tiba putri pukes langsung berubah menjadi batu seperti seperti yang
sekarang kita jumpai di dalam Goa Putri Pukes. Karena tak kuasa menahan sedih
yang teramat dalam, tangisan Ibu Puteri Pukes pun berubah menjadi genangan air,
yang kini menjadi danau. Nama danau tersebut adalah danau laut tawar. Apakah
itu hanya mitos atau memang benar-benar terjadi? namun warga setempat percaya
kalau cerita Putri Pukes itu benar adanya.
Komentar
Posting Komentar